MAKALAH INI ADALAH HASIL DARI KERJA KELOMPOK
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Puisi
merupakan bentuk kesusastraan yang paling tua. Karya-karya besar yang
monumental ditulis dalam bentuk puisi. Secara etimologis, kata puisi dalam
bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa
Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem.
Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani
sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang
hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah
orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf,
negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Perkembangan
puisi di Indonesia tidak lepas dari panyair yang menciptan sebuah karya sastra.
Secara garis besar puisi Indonesia terbagi dari beberapa angkatan. Yang pertama
(1) penyair angkatan Balai pustaka, (2) Angkatan Pujangga Baru, (3) Angkatan
45, (4) Periode 1953-1961, (5) angkatan 66, (6) periode1970-1980-an, (7)
periode 2000 daan sesudahnya.
Penyair
Angkatan Pujangga Baru mempopulerkan jenis puisi yang lazim disebut sebagai
puisi baru yang meliputi soneta, distikon, kwartetrain, dan sebagainya. Penyair
yang dipandang kuat pada masa pujangga baru adalah Amir Hamzah yang oleh H.B
Jasin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Amir Hamzah juga
dipandang sebagai penyair terbesar pada masa sebelum perang.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah
Pujangga Baru ?
2. Apa
ciri-ciri angkatan Pujangga Baru ?
3. Siapa
sajakah Penyair Angkatan Pujangga Baru ?
4. Puisi
siapakah yang akan dianalisis ?
5. Bagaimana
biografi Pengarang ?
6. Puisi apa
yang akan dianalisis ?
7. Apakah puisi
pengarang tersebut sesuai dengan ciri-ciri angkatan Pujangga Baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Singkat Tentang Pujangga Baru
Pada
mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit
antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang
setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia.
Adapun
pengasuhnya antara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah
dan Sanusi Pane. Jadi Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran.
Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah
dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang
baru dan mengarah kedepan.
Barangkali,
hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah
Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang
tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu,
diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu badan yang memang mempunyai perhatian
terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada
zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah
Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan.
Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokoh-tokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.
Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokoh-tokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.
Mengingat
masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman Jepang
, maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun
1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru
adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya,
merupakan angkatan bar yang jauh lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan
dan kata hatinya.
Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa
itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana,
beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia
setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir
Alisyahbana
dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
Kelompok
“Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi
“bapak” sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga
Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn
Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 –
1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok
sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh
Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan
Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane
dan Rustam Effendi.
B.
Ciri-Ciri Pujangga Baru
Pujangga
Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya
sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Ciri perkembangan
puisi pada angkatan pujangga baru adalah
1)
Bahasa
yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
2)
Temanya
tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah
yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
3)
Bentuk
puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang
disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
4)
Pengaruh
barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
5)
Aliran
yang dianut adalah romantik idealisme, dan
6)
Setting
yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Ciri-ciri puisi pada
angkatan pujangga baru yaitu :
1)
Puisinya
berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi,
2)
Bentuknya
lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun
rima,
3)
Persajakan
(rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama,
4)
Bahasa
kiasan utama ialah perbandingan,
5)
Pilihan
kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah,
6)
Hubungan
antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu,
7)
Mengekspresikan
perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.
Sementa
itu menurut Herman J. Waluyo (2010 : 64) mengatakan bahwa ciri-ciri puisi
Pujangga Baru antara lain:
1)
Bentuk
atau struktur puisinya mengikuti bentuk atu struktur puisi baru seperti sonata,
distichon, tersina, oktaf, dan sebagianya.
2)
Pilihan
kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah, seperti dewangga, nan,
kelam, mentari, nian, kendil, nirmala, beta, pualam, manikam, boneda dan
seterusnya.
3)
Kiasan
yang banyak dipergunakan adalah gaya bahasa perbandingan.
4)
Bentuk
dan struktur larik-lariknya adalah simetris. Tiap larik biasanya terdiri atas
dua periode. Hal ini pengaruh puisi lama.
5)
Gaya
ekspresi aliran romantic Nampak dalam pengucapan perasaan, pelukisan alam yang
indah tentram damai, dan keindahan lainnya.
6)
Gaya
puisinya diafan dan polos, sangat jelas dan lambang-lambangnya yang umum
digunakan.
7)
Rima
(persajakan) dijadikan sarana kepuitisan.
C.
Penyair Angkatan
Pujangga Baru
Penyair yang dapat
diklasifikasikan masuk periode 1933-1945 antara lain:
Pada
periode ini terjadi perkembangan yang cukup pesat bagi dunia kepenyairan.
Periode ini penyair yang terkenal adalah Amir Hamzah. Ia dikenal sebagai Raja
Penyair Pujangga Baru. Ia disebut sebagai Penyair Dewa Irama. Penyair lain yang
terkenal pada pujangga baru ini adalah Sutan Takdir Alisyahbana, J.E
Tatengkeng, dan Asmara Hadi.
D.
Analisis Puisi
1.
Biografi Amir Hamzah
Tengku
Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera
(lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur,
28 Februari 1911 – meninggal di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) adalah
seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan
keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu.
Amir
Hamzah Mula-mula Amir menempuh pendidikan di Langkatsche School di Tanjung Pura
pada tahun 1916. Lalu, di tahun 1924 ia masuk sekolah MULO (sekolah menengah
pertama) di Medan.
Setahun
kemudian dia hijrah ke Jakarta hingga menyelesaikan sekolah menengah pertamanya
pada tahun 1927. Amir, kemudian melanjutkan sekolah di AMS (sekolah menengah
atas) Solo, Jawa Tengah, Jurusan Sastra Timur, hingga tamat. Lalu, ia kembali
lagi ke Jakarta dan masuk Sekolah Hakim Tinggi hingga meraih Sarjana Muda
Hukum. Kemudian ia tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan
dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Pada masa ini ia memperkaya dirinya
dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain.
Dalam
kumpulan sajak Buah Rindu (1941) yang ditulis
antara tahun 1928 dan tahun 1935
terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi
sajak yang lebih modern. Bersama dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru (1933), yang kemudian
oleh H.B. Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru.
Kumpulan puisi karyanya yang lain, Nyanyi Sunyi (1937), juga menjadi bahan
rujukan klasik kesusastraan Indonesia. Ia pun melahirkan karya-karya
terjemahan, seperti Setanggi Timur (1939), Bagawat Gita (1933), dan Syirul
Asyar (tt.).
Amir
Hamzah tidak hanya menjadi penyair besar pada zaman Pujangga Baru, tetapi juga menjadi penyair
yang diakui kemampuannya dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di
tangannya Bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai
hingga zaman sekarang.
Amir
Hamzah terbunuh dalam Revolusi Sosial Sumatera Timur yang melanda pesisir
Sumatra bagian timur di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Ia wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di
pemakaman Mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat. Ia diangkat menjadi
Pahlawan Nasional Indonesia.
2.
Analisis Sajak
“BERDIRI AKU” Karya
Amir
Hamzah
Berdiri Aku
Berdiri aku di senja
senyap
Camar melayang menepis
buih
Melayah bakau mengurai
puncak
Berjulang datang ubur
terkembang
Angin pulang menyejuk
bumi
Menepuk teluk mengepas
emas
Lari ke gunung
memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
Benang raja mencelup
ujung
Naik marah menyerang corak
Elang leka sayap
tergulung
Dimabuk warna berarak-arak
Dalam rupa maha
sempurna
Rindu senda mengharu
kalbu
Ingin datang merasa
sentosa
Mengecap hidup
bertentu tuju
(Buah Rindu: 51)
(a)
Diksi
Dalam
puisi Amir Hamzah selalu membuat pilihan kata yang penuh konotasi. Selain itu
Amir Hamzah sering
menggunakan kata-kata yang arkaik, sehingga pembaca akan merasa bernostalgia
dengan kata-kata yang di tulisnya. Kata kata seperti, senyap, mengurai,
mengempas, berayun-ayun dan sayap tergulung identik dengan kesunyian. Kata-kata
tersebut membentuk makna kasendirian yang inigin digambarkan pengarang.
Kata ”maha
sempurna” dalam akhir bait juga merupakan arti konotasi dari tuhan yang maha
sempurna. Kata ”menyecap” memiliki arti impian yang ingin dirasakan. Permainan
kata-kata yang digunakan yang ditulis memang sebuah misteri untuk
menyembunyikan ide pengarang.
Kemisteriusan
ini ditambah dengan pilihan kata arkaik seperti, ”marak” dan ”leka”. ”marak”
itu berarti cahaya sedangkan ”leka” berarti lengah atau lalai. Walaupun kata-kata
itu sudah tidak digunakan lagi dalam percakapan sehari-hari, mungkin saja
kata-kata tersebut masih ada dalam percakapan sehari-hari sewaktu Amir menulis
sajaknya. Selain itu dia juga menulis kata-kata yang merupakan bahasa daerah
yakni ”alas” yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti hutan.
Meskipun
kata-kata yang digunakan Amir ini tidak dikenali lagi, bagi Amir kata-kata itu
seperti sangat puitis dan representatif untuk menyampaikan gagasannya.
(b)
Efoni dan Irama
Suasana
kesedihan yang ditampilkan oleh pengarang memperlihatkan efek efoni dan irama
dalam puisi tersebut. Irama dan efek efoni itu membuat puisi itu lebih merdu
seandainya dibaca.
Walaupun
banyak kata-kata yang menimbulkan kakafoni seperti aku, senja, senyap, menepis,
bakau, datang, terkembang, teluk, sunyi, di atas, leka, sayap, merasa,
sempurna, sentosa, tertentu, dan tuju. Walaupun kata-kata tersebut memberi
kesan tidak merdu tetapi penggunan rima yang mantak dalam puisi tersebut
membuat sajak menimbulkan kesan menyenangkan. Seperti bunyi bumi-sunyi,
emas-alas, ujung-tergulung, corak-arak, sempurna-sentosa, kalbu-tuju mrupakan
rima yang membuat sajak itu akhirnya memiliki efek efoni.
Selain itu
aliterasi seperti berjulang-datang, menepuk teluk, mengempas emas, di atas
alas, naik marak menyerak corak serta asonansi seperti dalam rupa maha
sempurna, rindu-sedu mengharu kalbu, merasa sentosa, bertentu tuju. Huruf-huruf
yang sama tersebut dapat menimbulkan kesan efoni walaupun banyak katayang
berbunyi tidak merdu dengan adanya bunyi k,p,t dan s.
Selain
timbul efek efoni unsur bunyi yangb berpola tersebut menimbulkan irama dalam
sajak. Persamaan
bunyi pada puisi ini akan menyebabkan terdengar adanya pergantian bunyi pendek,
lembut dan rendah. Karena suasana kasunyian yang dituliskan penyair tak mungkin
memberi irama yang tinggi dan cepat tetapi irama yang rendah atau lambat.
(c)
Bahasa Kiasan
Seperti
halnya puisi lama pemilihan bahasa kiasan memang sangat diperlukan untuk
memperindah kata-katanya sehingga makna yang diberikan bisa lebih kaya dan mendalam.
Dalam puisi ”Berdiri Aku”yang menojol adalah adanya personifikasi seperti:
Melayah bakau mengurai
puncak
....................................................angin
pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk
mengempas emas
Lari ke gunung
memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas
alas
............................................Naik
marak menyerak corak
..........................................
Dalam
puisi tersebut Amir Hamzah menghidupkan ombak dan angin yang bertujuan ingin
menambah rasa kesunyian dan kesendirian penyair. Seperti halnya dengan
mengagumi ombak yang menerpa pohon-pohon bakau serta desir angin yang
mengempakkan semuanya terlihat kalau penyair benar-benar merasa sepi dan hanya
mampu melihat pemandangan sekitarnya saja.
Selain
personifikasi yang dominan ada juga gaya metafora yang terlihat dari kalimat
benang raja mencelup ujung dan dalam rupa maha sempurna. Penyair membandingkan
apa yang dilihat dan dialami dengan kata ”benang raja” dan ”maha sempurna.
Hiperbola
juga nampak dalam kalimat Rindu-sedu mengharu kalbu yang menggambarkan
kesedihan dan rindu yang benar-benar mendalam. Gaya bahasa yang digunakan
membuat makna puisi itu lebih mendalam dan lebih padat.
(d)
Citraan
Sajak
Berdiri aku ini menimbulkan imaji penglihatan ”visual imagery”, seolah-olah kita
milihat suasana pantai yang indah. Keindahan terlihat dari.
Camar melayang manepis
buih
Melayah bakau mengurai
puncak
Berjulang datang ubur
terkembang
.....................................................Benang
raja mencelup ujung
............................................Elang
leka sayap tergulung
Dari
kalimat tersebut kita disuruh melihat keindahan pantai pada sore hari yang
digambarkan perngarang lewat kata-katanya. Dengan bermainnya khayal visual
kita, kita akan mampu membayangkan keindahan pantai pada waktu sore yang sunyi
sehingga kesedihan akan semakin terasa mencekam. Kesunyian ini ditambah lagi dengan
imaji perasa yang terlihat pada bait kedua.
Angin pulang menyejuk
bumi
Menepuk teluk
mengempas emas
Lari ke gunung
memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas
alas
Dalam
kalimat pertama imaji kita akan merasakan kesejukan dengan kata-kata tersebuit
teatapi sayang angin itulah yang menghempaskan harapan dan membawa lari
sehingga yang terasa hanyalah sunyi yang semakin dalam. Dengan berbagai citraan
yang mampu ditampilkan penyair ini pembaca akan ikut merasakan apa yang di
tulis oleh penyair dengan inderanya sendiri.
(e)
Pemikiran dalam Sajak
Sajak
”Berdiri Aku” ini merupakan ekspresi kesedihan yang ditampilkan penyair dengan
suasana sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengan
kekasihnya dan dia harus pulang ke Medan dan menikah dengan putri pamannya.
Perasaan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi
pantai di sore hari. Dengan demikian penyair hanya mampu melihat keindahan alam
sekitar karena kebahagiaannya dan harapan telah hilang.
Kesedihan
yang mendalam ini juga wujud perasaan galau penyair yang digambarkan dengan
perasaannya yang dipermainkan ombak dan angin. Sehingga hanya merenungi hiduplah
yang mampu dilakukannya.
Sebagai
orang yang memiliki agama yang kuat dalam setiap akhirnya dia hanya bisa
menyerahkan semua yang dia alami ini kepada Tuhan. Dengan merenungi hidupnya
selama ini Amir berusaha untuk mengembalikan kepada Tuhan yang memberikan
kepastian dalam hidupnya. Seperti yang tergambar dalam Rindu sendu mengharu
kalbu / ingin datang merasa sentosa / menyerap hidup tertentu tuju.
Dalam
sajak ini tergambar suasana pesimis penyair dalam menghadapi segala
permasalahan hidupnya. Suasana pesimis ini menjadikannya menjadi melankolis.
Karena dari kebanyakan sajak adalah sebuah ratapan akan hidupnya dan
kesedihannya dalam memikirkan nasib hidup yang baginya sudah benar-benar
hancur.
Dengan
sajak ini Amir Hamzah ingin menyampaikan ide dan pemikirannya melalui puisi
yang dia tulis. Dia
menginginkan apapun yang terjadi dalam hidup kita ini harus mernyerahkan
terhadap Tuhan karena hanya dialah yang mampu memberi kepastian dalam kahidupan
ini.
BAB
III
PENUTUP
Perkembangan
puisi Indonesia tahun 1930-1945 disebut juga sebagai angkatan pujangga baru.
Penyair Angkatan Pujangga Baru mempopulerkan jenis puisi yang lazim disebut
sebagai puisi baru yang meliputi soneta, distikon, kwartetrain, dan sebagainya.
Penyair yang dipandang kuat pada masa pujangga baru adalah Amir Hamzah yang
oleh H.B Jasin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Amir Hamzah juga dipandang
sebagai penyair terbesar pada masa sebelum perang.
Ciri-ciri
puisi Pujangga Baru antara lain: (1) Bentuk atau struktur puisinya mengikuti
bentuk atu struktur puisi baru seperti sonata, distichon, tersina, oktaf, dan
sebagianya, (2) Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang
indah-indah, seperti dewangga, nan, kelam, mentari, nian, kendil, nirmala,
beta, pualam, manikam, boneda dan seterusnya, (3) Kiasan yang banyak
dipergunakan adalah gaya bahasa perbandingan, (4) Bentuk dan struktur larik-lariknya
adalah simetris. Tiap
larik biasanya terdiri atas dua periode. Hal ini pengaruh puisi
lama, (5) Gaya ekspresi aliran romantic Nampak dalam pengucapan perasaan,
pelukisan alam yang indah tentram damai, dan keindahan lainnya, (6) Gaya
puisinya diafan dan polos, sangat jelas dan lambang-lambangnya yang umum
digunakan, (7) Rima (persajakan) dijadikan sarana kepuitisan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Adiel. 2009. Analisis sajak berdiri
aku karya Amir Hamzah. Di unduh dari http://adiel87.blogspot.com hari rabu 20
April 2011 pukul 10.00 wib.
·
Herman
J. Waluyo. 2010. Pengkajian dan apresiasi puisi. Salatiga: Widya Sari Press
Nurvidha. 2010. Sejarah pujanga baru. Di unduh dari http://nurvidha.wordpress.com hari rabu 20 April 2011 pukul 10.00 wib.
Nurvidha. 2010. Sejarah pujanga baru. Di unduh dari http://nurvidha.wordpress.com hari rabu 20 April 2011 pukul 10.00 wib.
MayaAllah
BalasHapus