Minggu, 30 November 2014

TEORI BEHAVIORISTIK

MAKALAH INI ADALAH HASIL DARI KERJA KELOMPOK




BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behaviorisme belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).  Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan tentang teori Behaviorisme adalah :
1.      Apakah pengertian Teori behaviorisme ?
2.      Siapa saja tokoh yang menganut aliran behaviorisme ?
3.      Bagaimana ciri dari teori belajar behaviorisme ?
4.      Apa saja prinsip dalam teori belajar behaviorisme?
5.      Bagaimana aplikasi dalam pembelajaran behaviorisme ?
6.      Bagaimana implikasi teori belajar behaviorisme ?
7.      Apakah tujuan pembelajaran teori behaviorisme ?
  1. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behavioristik?
C.       Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Dapat menjelaskan pengertian teori behaviorisme.
2.      Dapat memperbandingkan teori behaviorisme menurut para tokoh.
3.      Dapat mengkategorikan ciri dari teori belajar behaviorisme.
4.      Dapat mengetahui prinsip-prinsip apa saja dalam pembelajaran behaviorisme.
5.      Dapat menunjukan aplikasi dalam pembelajaran behaviorisme.
6.      Dapat menunjukan implikasi dalam pembelajaran behaviorisme.
7.      Dapat menyatakan pendapat tentang tujuan pembelajaran behaviorisme
  1. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik.



























BAB II
PEMBAHASAN


A.       Pengertian Teori Behaviorisme
Seperti telah diketahui, behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913. Sama halnya dengan psikoanalisa, behaviorisme juga merupakan aliran yang revolusioner, kuat dan berpengaruh serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Sejumlah filsuf dan ilmuwan sebelum Watson dalam satu dan lain bentuk telah mengajukan gagasan-gagasan mengenai pendekatan objektif dalam mempelajari manusia berdasarkan pandangan yang mekanistis dan materialistis, suatu pendekatan yang menjadi ciri utama dari behaviorisme. Seorang di antaranya adalah Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ahli fisiologi Rusia.
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas.Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).

B.       Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme di antaranya adalah ThorndikeWatsonClark HullEdwin Guthrie, danSkinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

1.      Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

2.      Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

3.      Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

4.      Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

5.      Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
Oleh karena itu, dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

C.       Ciri dari teori belajar behaviorisme             
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

D.       Prinsip dalam Teori Belajar Behaviorisme

1.      Reinforcement and Punishment
Reinforcement dan Punishment merupakan perlakuan pendidik kepada anak didiknya. reinforcement dan punishment juga merupakan strategi untuk mengajar dan mendidik siswa. Reinforcement dalam dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada anak didik. Biasanya reinforcement berupa hadiah dan pujian. Berikut adalah contohnya;
Hadiah kejutan untuk kesuksesan ulangan harian
Misalnya, anda adalah seorang ibu atau ayah yang sedang menjemput pulang anak anda. Di dalam perjalanan pulang atau boleh juga pada saat tiba di rumah, tanyakan pada anak anda apakah hari ini ada ulangan atau tidak, jika ada ulangan bagaimana hasilnya. misalnya anak anda mendapatkan nilai 8 atau 9, maka ajaklah anak anda untuk merayakan keberhasilannya mencapai nilai tersebut. Langkah ini telah terbukti mampu memacu semangat belajar siswa, maka di sinilah terjadi reinforcement. perlu diketahui bahwa untuk melakukan reinforcement tidak harus menunggu anak mendapatkan nilai 8 atau 9, namun berapapun nilainya, orang tua harus mensupport anak didik.
Ada beberapa wujud reinforcement yang sering dilakukan oleh pendidik. Pertama, reinforcement perayaan keberhasilan dengan memberikan hadiah berupa makanan, kedua, berupa ucapan selamat, dan ketiga berupa hadiah yang lain seperti menonton film kesukaannya, pergi piknik dsb.
Punishment atau hukuman bukan hal yang baru lagi dalam dunia pendidikan. hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam benak para pendidik dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang yang meskipun sudah di sana sini digembar gemborkan penghapusan kekerasan pada siswa tetap saja hukuman yang tidak membangun baik berupa kekerasan dan lainnya diterapkan dalam proses pembelajaran dan pendidikan.
contoh dari bentuk punishment yang tidak membangun banyak sekali ditemukan di sekolah, sebut saja siswa kena strap, harus berdiri dibawah tiang bendera. hukuman seperti demikian itu sama sekali tidak membangun. mestinya, ketika siswa melakukan sebuah pelanggaran, hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru memberikan manfaat yang positif bagi mereka, misalnya dengan menghafalkan kosa kata bahasa inggris dengan jumlah tertentu dan masih banyak hukuman lainnya yang jauh lebih memberikan kontribusi positif.

2.      Primary and Secondary Reinforcement
Reinforcers primer hampir selalu nyata. Mereka biasanya terdiri dari sesuatu yang anak bisa memegang atau merasa tapi mereka selalu melibatkan keinginan langsung. Contohnya termasuk bola favorit, terowongan, mainan, video, atau hal-hal lain yang membangkitkan indra seperti gelembung, menggelitik, pelukan atau meremas, tekstur, atau musik. Salah satu penguat utama yang paling mendasar adalah makanan. Makanan bisa menjadi penguat bahkan ketika anak Anda tidak lapar, jika camilan yang disukai. Strategi ini adalah untuk hanya memberikan jumlah yang sangat kecil dari makanan setelah menetapkan jumlah tanggapan sukses atau tugas. Camilan favorit bisa pergi sepanjang jalan jika dikelola dengan tepat. Hal ini juga penting untuk tidak membiarkan hal itu camilan atau objek menjadi terlalu memanjakan.
Reinforcers sekunder, sebagaimana disebutkan di atas dipelajari. Mereka intrinsik dan bermanfaat pada tingkat internal, memberikan siswa perasaan atau anticiaption sesuatu yang mereka akhirnya bergaul dengan suatu kegiatan. Sebagai contoh, pembacaan cerita pengantar tidur dapat dikaitkan dengan perasaan mengantuk jika selalu membaca pada sekitar waktu yang sama, di tempat tidur, sebelum tidur. Beberapa contoh lain dari penguatan sekunder meliputi pujian verbal, tersenyum, token, thumbs up, dan bertepuk tangan. Untuk siswa yang khas, pujian lisan biasanya cukup. Anak-anak menyadari bahwa mereka melakukan sesuatu yang baik ketika mereka mendapatkan kegembiraan dan senyum dari orang dewasa atau teman sebaya di sekitar mereka. Dengan anak-anak yang kekurangan empati sosial dan kemampuan untuk berhubungan dengan perasaan orang lain, pujian lisan ini perlu dipasangkan dengan sesuatu yang lain. Jika anak suka dipeluk atau diperas, Anda mungkin ingin memasangkan pujian lisan dengan pelukan besar untuk menciptakan yang baik, perasaan hangat.

3.      Schedules of Reinforcement
Jadwal penguatan adalah aturan yang tepat yang digunakan untuk menyajikan (atau menghapus) reinforcers (atau punishers) mengikuti perilaku operant tertentu. Aturan-aturan ini didefinisikan dalam hal waktu dan / atau jumlah tanggapan yang diperlukan dalam rangka untuk menyajikan (atau menghapus) sebuah penguat (atau Punisher). Jadwal yang berbeda jadwal penguatan menghasilkan efek berbeda pada perilaku instrumental.

4.      Contingency Management
Manajemen kontingensi atau penggunaan sistematis Penguatan adalah jenis perawatan yang digunakan di bidang kesehatan atau penyalahgunaan zat mental. Perilaku pasien dihargai (atau, lebih jarang, dihukum), umumnya, kepatuhan terhadap atau kegagalan untuk mematuhi aturan program dan peraturan atau rencana pengobatan mereka. Sebagai pendekatan untuk pengobatan, manajemen kontingensi muncul dari terapi perilaku dan diterapkan analisis perilakutradisi dalam kesehatan mental. Dengan sebagian besar evaluasi, prosedur manajemen kontingensi memproduksi salah satu efek ukuran terbesar dari semua kesehatan mental dan intervensi pendidikan.

5.      Stimulus Control in Operant Learning
Kontrol stimulus dikatakan terjadi ketika organisme berperilaku dalam satu cara dengan adanya stimulus yang diberikan dan cara lain dalam ketiadaan. Misalnya, adanya tanda berhenti meningkatkan kemungkinan bahwa "pengereman" perilaku akan terjadi. Biasanya perilaku tersebut disebabkan oleh memperkuat perilaku di hadapan satu stimulus dan menghilangkan penguatan dengan adanya stimulus lain. Banyak teori percaya bahwa semua perilaku berada di bawah beberapa bentuk kontrol stimulus.  perilaku verbal adalah berbagai rumit perilaku dengan berbagai rangsangan pengendali.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme :
1.      Obyek psikologi adalah tingkah laku.
2.      Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
3.      Mementingkan pembentukan kebiasaan.
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni.
1.      Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis).
2.      Mementingkan bagian-bagian (elentaristis).
3.      Mementingkan peranan reaksi (respon).
4.      Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar.
5.      Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu.
6.      Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7.      Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and   error.

E.       Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pembelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

F.        Implikasi Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihaviorisme cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pembelajar.

G.      Tujuan Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

H.      Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik
1.      Kelebihan Teori Behavioristik 
·         Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
·         Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·         Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
·         Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. 
·         Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·         Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
·         Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. 
·         Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

2.      Kekurangan Teori Behavioristik 
·         Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·         Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
·         Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif. 
·         Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa. 
·         Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·         Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
·         Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
·         Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
·         Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan teori behaviorisme, diantaranya :ThorndikeWatsonClark HullEdwin Guthrie, dan Skinner. Adapun ciri-ciri dari teori behaviorisme yaitu adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
 Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Implikasi yang digunakan dalam teori ini yaitu bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat yang bertujuan menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.

SARAN
 Kami menyadri bawasannya penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun, pembaca, dan bagi semua mahasiswa UNIVERSITAS GUNUNG DJATI CIREBON.












DAFTAR PUSTAKA


·           Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
·           Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
·           Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago:  Rand Mc. Nally
·           Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik
·           Paul Chapman Publising Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
·           Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon

·           http://ladangbelajarku.blogspot.com/2013/09/makalah-teori-behaviorisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar