MAKALAH INI ADALAH HASIL DARI KERJA KELOMPOK
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori
behaviorisme belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka permasalahan tentang teori Behaviorisme adalah :
1. Apakah pengertian Teori behaviorisme ?
2. Siapa saja tokoh yang menganut aliran behaviorisme ?
3. Bagaimana
ciri dari teori belajar behaviorisme ?
4. Apa
saja prinsip dalam teori belajar behaviorisme?
5. Bagaimana
aplikasi dalam pembelajaran behaviorisme ?
6. Bagaimana
implikasi teori belajar behaviorisme ?
7. Apakah tujuan pembelajaran teori behaviorisme ?
- Apa
saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behavioristik?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan
makalah dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Dapat menjelaskan pengertian teori behaviorisme.
2. Dapat memperbandingkan teori behaviorisme menurut para tokoh.
3. Dapat mengkategorikan ciri dari teori belajar behaviorisme.
4. Dapat mengetahui prinsip-prinsip apa
saja dalam pembelajaran behaviorisme.
5. Dapat menunjukan aplikasi dalam pembelajaran behaviorisme.
6. Dapat
menunjukan implikasi dalam pembelajaran behaviorisme.
7. Dapat menyatakan pendapat tentang tujuan pembelajaran behaviorisme
- Mengetahui
apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Behaviorisme
Seperti telah diketahui, behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi
yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913. Sama halnya dengan
psikoanalisa, behaviorisme juga merupakan aliran yang revolusioner, kuat dan
berpengaruh serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Sejumlah filsuf dan
ilmuwan sebelum Watson dalam satu dan lain bentuk telah mengajukan
gagasan-gagasan mengenai pendekatan objektif dalam mempelajari manusia
berdasarkan pandangan yang mekanistis dan materialistis, suatu pendekatan yang
menjadi ciri utama dari behaviorisme. Seorang di antaranya adalah Ivan Pavlov
(1849-1936), seorang ahli fisiologi Rusia.
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan
oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat
diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi
yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau
mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang
diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan
keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek
dan manajemen kelas.Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar
behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkret.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak
saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih
dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil
belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia.Memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
B. Tokoh-Tokoh
Aliran Behaviorisme
Tokoh-tokoh aliran
behaviorisme di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, danSkinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
1.
Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan teori koneksionisme (Slavin,
2000).
Ada tiga hukum
belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan
dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
2.
Teori Belajar Menurut Watson
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur.
3.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
4.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar
Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti
oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari
teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola
kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell,
Gredler, 1991).
5.
Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon
yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
Oleh karena itu, dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku
adalah hasil belajar.
Kaum behavioris
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku
dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran
seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
D. Prinsip dalam Teori Belajar Behaviorisme
1.
Reinforcement and Punishment
Reinforcement dan Punishment merupakan perlakuan pendidik kepada anak didiknya. reinforcement dan
punishment juga merupakan strategi untuk mengajar dan mendidik siswa. Reinforcement dalam
dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa
meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada anak didik. Biasanya
reinforcement berupa hadiah dan pujian. Berikut adalah contohnya;
Hadiah kejutan
untuk kesuksesan ulangan harian
Misalnya, anda adalah seorang
ibu atau ayah yang sedang menjemput pulang anak anda. Di dalam perjalanan
pulang atau boleh juga pada saat tiba di rumah, tanyakan pada anak anda apakah
hari ini ada ulangan atau tidak, jika ada ulangan bagaimana hasilnya. misalnya
anak anda mendapatkan nilai 8 atau 9, maka ajaklah anak anda untuk merayakan
keberhasilannya mencapai nilai tersebut. Langkah ini telah terbukti mampu
memacu semangat belajar siswa, maka di sinilah terjadi reinforcement. perlu
diketahui bahwa untuk melakukan reinforcement tidak harus menunggu anak
mendapatkan nilai 8 atau 9, namun berapapun nilainya, orang tua harus
mensupport anak didik.
Ada beberapa wujud
reinforcement yang sering dilakukan oleh pendidik. Pertama, reinforcement
perayaan keberhasilan dengan memberikan hadiah berupa makanan, kedua, berupa
ucapan selamat, dan ketiga berupa hadiah yang lain seperti menonton film
kesukaannya, pergi piknik dsb.
Punishment atau hukuman bukan hal yang baru lagi dalam dunia pendidikan.
hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam benak para pendidik dari jaman
pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang yang meskipun sudah di sana
sini digembar gemborkan penghapusan kekerasan pada siswa tetap saja hukuman
yang tidak membangun baik berupa kekerasan dan lainnya diterapkan dalam proses
pembelajaran dan pendidikan.
contoh dari bentuk punishment
yang tidak membangun banyak sekali ditemukan di sekolah, sebut saja siswa kena
strap, harus berdiri dibawah tiang bendera. hukuman seperti demikian itu sama
sekali tidak membangun. mestinya, ketika siswa melakukan sebuah pelanggaran,
hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru memberikan manfaat yang positif bagi
mereka, misalnya dengan menghafalkan kosa kata bahasa inggris dengan jumlah
tertentu dan masih banyak hukuman lainnya yang jauh lebih memberikan kontribusi
positif.
2.
Primary and Secondary Reinforcement
Reinforcers primer hampir selalu nyata. Mereka biasanya terdiri
dari sesuatu yang anak bisa memegang atau merasa tapi mereka selalu melibatkan
keinginan langsung. Contohnya termasuk bola favorit, terowongan, mainan, video,
atau hal-hal lain yang membangkitkan indra seperti gelembung, menggelitik,
pelukan atau meremas, tekstur, atau musik. Salah satu penguat utama yang paling
mendasar adalah makanan. Makanan bisa menjadi penguat bahkan ketika anak Anda
tidak lapar, jika camilan yang disukai. Strategi ini adalah untuk hanya
memberikan jumlah yang sangat kecil dari makanan setelah menetapkan jumlah
tanggapan sukses atau tugas. Camilan favorit bisa pergi sepanjang jalan jika
dikelola dengan tepat. Hal ini juga penting untuk tidak membiarkan hal itu
camilan atau objek menjadi terlalu memanjakan.
Reinforcers sekunder, sebagaimana disebutkan di atas dipelajari. Mereka
intrinsik dan bermanfaat pada tingkat internal, memberikan siswa perasaan atau
anticiaption sesuatu yang mereka akhirnya bergaul dengan suatu kegiatan.
Sebagai contoh, pembacaan cerita pengantar tidur dapat dikaitkan dengan
perasaan mengantuk jika selalu membaca pada sekitar waktu yang sama, di tempat
tidur, sebelum tidur. Beberapa contoh lain dari penguatan sekunder meliputi
pujian verbal, tersenyum, token, thumbs up, dan bertepuk tangan. Untuk siswa
yang khas, pujian lisan biasanya cukup. Anak-anak menyadari bahwa mereka
melakukan sesuatu yang baik ketika mereka mendapatkan kegembiraan dan senyum
dari orang dewasa atau teman sebaya di sekitar mereka. Dengan anak-anak yang
kekurangan empati sosial dan kemampuan untuk berhubungan dengan perasaan orang
lain, pujian lisan ini perlu dipasangkan dengan sesuatu yang lain. Jika anak
suka dipeluk atau diperas, Anda mungkin ingin memasangkan pujian lisan dengan
pelukan besar untuk menciptakan yang baik, perasaan hangat.
3.
Schedules of Reinforcement
Jadwal penguatan adalah aturan yang tepat yang digunakan untuk
menyajikan (atau menghapus) reinforcers (atau punishers) mengikuti perilaku operant
tertentu. Aturan-aturan ini didefinisikan dalam hal waktu dan / atau jumlah
tanggapan yang diperlukan dalam rangka untuk menyajikan (atau menghapus) sebuah
penguat (atau Punisher). Jadwal yang berbeda jadwal penguatan menghasilkan efek
berbeda pada perilaku instrumental.
4.
Contingency Management
Manajemen kontingensi atau penggunaan sistematis Penguatan adalah
jenis perawatan yang digunakan di bidang kesehatan atau penyalahgunaan zat
mental. Perilaku pasien dihargai (atau, lebih jarang, dihukum), umumnya,
kepatuhan terhadap atau kegagalan untuk mematuhi aturan program dan peraturan
atau rencana pengobatan mereka. Sebagai pendekatan untuk pengobatan, manajemen
kontingensi muncul dari terapi
perilaku dan diterapkan
analisis perilakutradisi dalam kesehatan mental. Dengan sebagian besar
evaluasi, prosedur manajemen kontingensi memproduksi salah satu efek ukuran
terbesar dari semua kesehatan mental dan intervensi pendidikan.
5.
Stimulus Control in Operant Learning
Kontrol stimulus dikatakan terjadi ketika organisme berperilaku
dalam satu cara dengan adanya stimulus yang diberikan dan cara lain dalam ketiadaan.
Misalnya, adanya tanda berhenti meningkatkan kemungkinan bahwa
"pengereman" perilaku akan terjadi. Biasanya perilaku tersebut
disebabkan oleh memperkuat perilaku di hadapan satu stimulus dan menghilangkan penguatan dengan
adanya stimulus lain. Banyak teori percaya bahwa semua perilaku berada di bawah
beberapa bentuk kontrol stimulus. perilaku
verbal adalah berbagai rumit perilaku dengan berbagai
rangsangan pengendali.
Prinsip-prinsip teori
behaviorisme :
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku.
2. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan
pada reflek.
3. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
Untuk mempermudah mengenal
teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni.
1. Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis).
2. Mementingkan
bagian-bagian (elentaristis).
3. Mementingkan
peranan reaksi (respon).
4. Mementingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar.
5. Mementingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu.
6. Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
7. Ciri
khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and
error.
E. Aplikasi
dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi
belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya
dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pembelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
F.
Implikasi Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum berbasis
filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem
pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi
behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum
dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihaviorisme cenderung mengesampingkan
aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan
bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia
baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan
dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu
behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pembelajar.
G. Tujuan
Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran
menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pembelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian
yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan
pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
H. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik
1.
Kelebihan
Teori Behavioristik
·
Membisakan
guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
·
Guru tidak
membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·
Mampu
membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada
prilaku yang tampak.
·
Dengan
melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha
mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan
pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih
optimal.
·
Bahan
pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu
prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·
Dapat
mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
·
Teori ini
cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
·
Teori
behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2.
Kekurangan
Teori Behavioristik
·
Sebuah
konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·
Tidak setiap
pelajaran dapat menggunakan metose ini.
·
Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di
dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
·
Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
·
Murid
dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru.
·
Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf
siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa.
·
Cenderung
mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
·
Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
·
Penerapan
metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center,
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Behaviorisme adalah
teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh
respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat
diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi
yang diinginkan. Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan teori behaviorisme,
diantaranya :Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Adapun ciri-ciri dari teori behaviorisme
yaitu adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Implikasi yang digunakan dalam teori ini yaitu
bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau
orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat yang bertujuan menuntut pembelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes.
SARAN
Kami menyadri bawasannya penyusun dari
makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt hingga dalam penulisan dan
penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi
diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa
dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan
sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun,
pembaca, dan bagi semua mahasiswa UNIVERSITAS GUNUNG DJATI CIREBON.
DAFTAR PUSTAKA
·
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan.
Jakarta: CV. Rajawali
·
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable.
Jakarta: Depdikbud
·
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology.
Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally
·
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar
Behavioristik
·
Paul Chapman Publising Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology.
Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
·
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice.
Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon
·
http://ladangbelajarku.blogspot.com/2013/09/makalah-teori-behaviorisme.html