Jumat, 26 Desember 2014

Analisis Sajak Pendekatan Ekspresif

ANALISIS SAJAK-SAJAK AMIR HAMZAH DENGAN PENDEKATAN EKSPRESIF

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu penulis terkenal indonesia adalah Tengkoe Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau lebih dikenal hanya dengannama pena Amir Hamzah (lahir di Tanjung PuraLangkatSumatera TimurHindia Belanda28 Februari 1911 – meninggal di Kwala BegumitBinjaiLangkatIndonesia20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) adalah sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan Pahlawan Nasional Indonesia. Lahir dari keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat di Sumatera Utara, ia dididik diSumatera dan Jawa. Saat berguru di SMA di Surakarta sekitar 1930, pemuda Amir terlibat dengan gerakan nasionalis dan jatuh cinta dengan seorang teman sekolahnya, Ilik Soendari. Bahkan setelah Amir melanjutkan studinya di sekolah hukum di Batavia(sekarang Jakarta) keduanya tetap dekat, hanya berpisah pada tahun 1937 ketika Amir dipanggil kembali ke Sumatera untuk menikahi putri sultan dan mengambil tanggung jawab di lingkungan keraton. Meskipun tidak bahagia dengan pernikahannya, dia memenuhi tugas kekeratonannya. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, ia menjabat sebagai wakil pemerintah di Langkat. Namun siapa nyana, pada tahun pertama negara Indonesia yang baru lahir, ia meninggal dalamperistiwa konflik sosial berdarah di Sumatera yang disulut oleh faksi dari Partai Komunis Indonesia dan dimakamkan di sebuahkuburan massal. Amir mulai menulis puisi saat masih remaja: meskipun karya-karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan ke Jawa. Menggambarkan pengaruh dari budaya Melayu aslinya, IslamKekristenan, dan Sastra Timur, Amir menulis 50 puisi, 18 buah puisi prosa, dan berbagai karya lainnya, termasuk beberapa terjemahan. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe. Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji  "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. Diksipilihannya yang menggunakan kata-kata bahasa Melayu dan bahasa Jawa dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk ritme dan metrum, serta simbolisme yang berhubungan dengan istilah-istilah tertentu. Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, baik erotis dan ideal, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, Nyanyi Sunyi umumnya dianggap lebih maju. Untuk puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe Raja Penyair Zaman Pujangga Baru") dan satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-Revolusi Nasional Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian puisi.
2.      Apa pengertian kritik sastra dari pendeketan ekspresif.
3.      Bagaimana sajak-sajak Amir Hamzah dilihat dari pendekatan ekspresif.



BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Puisi
1.      Pengertian Puisi
Puisi adalah bagian dari  karya sastra. Ia terbangun dari unsur makna yang tertuang dalam kata-kata. Selain itu, puisi merupakan jelmaan rasa penciptanya, ungkapan hati baik itu sedih, gembira, marah, benci, simpatik, dan lain sebagainya. Jika kita melihat lebih jauh, dalam masa perkembangannya kini, puisi memiliki banyak ragamnya, contoh puisi baru, puisi kontemporer, puisi tipografi, hingga puisi-puisi rupa. 
Pengertian puisi sendiri menurut Rahmat Joko Pradopo ialah ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, ia mampu membangkitkan imajinasi panca indera dalam suasana yang berirama. Dalam pengertian puisi yang diungkapkan Pradopo di atas berarti puisi menjadi jembatan antara rasa yang dimiliki penulis dengan dunia luar melalui kata-kata. Lebih sederhana lagi, pengertian puisi menurut Shelly ialah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Sedangkan pengertian puisi menurut Auden ialah bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-campur.
2.      Unsur-Unsur Puisi
Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi
a.       Struktur fisik puisi
Struktur fisik puisi terdiri dari:
·         Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
·         Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
·         Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
·         Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
·         Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metaforasimile,personifikasilitotesironisinekdokeeufemismerepetisianaforapleonasmeantitesisalusioklimaksantiklimakssatirepars pro totototem pro parte, hingga paradoks.
·         Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
1)      Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.).
2)    Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya.
3)    Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
b.      Struktur batin puisi
Struktur batin puisi terdiri dari
·         Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
·         Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
·         Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
·         Amanat/tujuan/maksud (intention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
B.     Kritik Sastra
1.      PENGERTIAN KRITIK SASTRA
Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan”. Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni.
Menurut Graham Hough (1966: 3) bahwa kritik sastra itu bukan hanya terbatas pada penyuntingan dan penetapan teks, interpretasi , dan pertimbangan nilai, melainkan kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusastraan itu, untuk apa, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang lain.
Abrams dalam Pengkajian sastra (2005: 57) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya sastra.
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Studi sastra (ilmu sastra) mencakup tiga bidang, yakni: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiganya memiliki hubungan yang erat dan saling mengait. Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.
2.      FUNGSI KRITIK SASTRA
Menurut Pradopo fungsi utama kritik sastra dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1)      Untuk perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene wellek “karya sastra itu tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan dinilai tanpa dukungan prinsip-prinsip kritik sastra.
2)      Untuk perkembangan kesusastraan, maksudnya adalah kritik sastra membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra mengenai baik buruknya karya sastra dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan persoalan karya sastra.
3)      Sebagai penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penjelasan tentang karya sastra, kritik sastra menguraikan (mengsnalisis, menginterpretasi, dan menilai) karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik sastra ini bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo, 2009: 93).
Berdasarkan uraian di atas dapat digolongkan kembali fungsi kritik satra menjadi dua:
Fungsi kritik sastra untuk pembaca:
a)      Membantu memahami karya sastra.
b)      Menunjukkan keindahan yang terdapat dalam karya sastra,
c)       Menunjukkan parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra,
d)      Menunjukkan nilai-nilai yang dapat dipetik dari sebuah karya sastra.
Fungsi kritik sastra untuk pengarang:
a)      Mengetahui kekurangan atau kelemahan karyanya,
b)      Mengetahui kelebihan karyanya,
c)      Mengetahui masalah-msalah yang mungkin dijadikan tema karangannya.
3.      MANFAAT KRITIK SASTRA
Manfaat dari kritik sastra dapat diuraikan menjadi:
Manfaat kritik sastra bagi penulis:
a.       Memperluas wawasan penulis baik yang berkaitan dengan soal bahasa, objek atau tema-tema karangan, maupun teknik bersastra.
b.      Menumbuhsuburkan motivasi untuk mengarang.
c.       Meningkatkan kualitas karangan.
Manfaat kritik sastra bagi pembaca:
a.       Menjembatani kesenjangan antara pembacakepada karya sastra.
b.      Menumbuhkan kecintaan pembaca kepada karya sastra.
c.       Meningkatkan kemanpuan mengapresiasi karya sastra.
d.      Membuka mata hati dan pikirtan pembaca akan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra.
Manfaat kritik sastra bagi perkembangan sastra:
a.       Mendorong laju perkembangan sastra baik kualitatif maupun kuantitatif.
b.      Memperluas cakrawala atau permasalaha yang ada dalam karya sastra.
C.    Jenis-jenis pendekatan kritik sastra
Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra. Menurut Abrahams (1981: 36-37) membagi kritik sastra dalam empat tipe, yakni kritik mimetik (mimetic criticism), kritik pragmatik (pragmatic criticism), kritik ekspresif (ekspresive criticism) dan kritik objektif (objective criticism).
1.      Kritik mimetic
Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu.
Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.
Di Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain misalnya:
Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo.
Novel Indonesia Populer, Jakob Sumardjo.
2.       Kritik pragmatic
Kritikus jenis ini memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan (mendapatkan sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.
Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan.
3.      Kritik ekspresif
Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Umumnya, sastrawan romantik jaman BP/PB menggunakan orientasi ekspresif ini dalam teori-teori kritikannya. Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman.
Di Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi.
Sosok Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo.
WS Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lake.
Cerita Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan, Korrie Layun Rampan.
4.       Kritik objektif
Kritikus jenis ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap sekitarnya, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya).
Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dan sebagainya. Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri. Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori: New Critics (Kritikus Baru di AS), Kritikus formalis di Eropa, Para strukturalis Perancis.



BAB III
ANALISIS SAJAK-SAJAK AMIR HAMZAH DENGAN PENDEKATAN EKSPRESIF
A.    Mengenal Amir Hamzah Dengan Sajak-Sajaknya
Penyair Amir Hamzah Lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 Wafat di Begumit tanggal, 20 Maret 1946. Amir Hamza termasuk Angkatan  Pujangga Baru Karya yang terkenal yaitu  Buah Rindu, Penghargaan yang di dapat adalah  Pahlawan Nasional, Pemerintah RI. Amir Hamzah  adalah seorang sastrawan  Indonesia  angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu  (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu.

IBUKU DEHULU

Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
akupun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi

matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku

Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar chedera

Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikucupnya serta
dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu

Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.

            Dalam puisi Amir Hamzah Ibuku Dehulu sangatlah terlihat jelas gambaran bahwa Amir Hamzah sedang mengenang ibunya waktu dahulu ketika beliau masih kecil. Beliau membuat sajak ini ketika beliau pergi menjadi musyafir sehingga beliau rindu kepada ibunya. Pada sajak “matanya terus mengawas daku / walaupun bibirnya tiada bergerakketika beliau masih kecil ibu beliau sangatlah memperhatikan beliau walaupun ibu beliau tidak banyak berkata akan tetapi ibu beliau selalu mengawasinya. Akan tetapi sayangnya ketika itu beliau tidak senang ibunya selalu mangawasinya, lalu beliau marah pada ibunya. Tapi ibunya selalu menenangkannya dengan kecupan hangat dikening beliau. Sungguh beliau merindukannya hingga beliau dapat berfikir bahwa ibu, ataupun bapaknya akan selalu mengawasinya dialam dunia.
Hanyut Aku

Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku!
Ulurkan tanganmu, tolong aku
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
hati, tiada air menolak ngelak.
Dahagakan kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku
 sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelan.
Tenggelam dalam malam
Air di atas menindih keras
Bumi di bawah menolak ke atas
Mati aku, kekasihku, mati aku

            Dalam puisi “Hanyut Aku” karya Amir Hamzah seperti merasakan kesedihan yang sangat mendalam. Puisi ini kata-katanya sangat jelas dengan jeritan minta tolong agar seseorang dapat menolongnya agar ia terlepas dari rasa sulit itu. Akan tetapi sayangnya tidak ada orang yang mengasihaninya, seperti segala sesuatu selalu menentangnya dan membuatnya semakin terpuruk. Penyair dalam puisinya ia membuat dalam kedaan putus asa dalam sajak Ulurkan tanganmu, tolong aku / Sunyinya sekelilingku! Dalam puisi tersebut terlihat sekali bahwa penyair dalam keadaan putus asa. Ia meminta tolong kepada kekasihnya, akan tetapi sangat sunyi tidak ada yang hendak menolongnya.
            Amir Hamzah dalam puisinya ini merasakan seakan ia mati karena ia merasakan selalu sendirian. Ia membutuhkan kasih sayang dan pertolongan melalui bisikan hatinya. Akan tetapi dalam sajak Tenggelam dalam malam, Air di atas menindih keras, Bumi di bawah menolak ke atas, Mati aku, kekasihku, mati aku. Tetap saja tidak ada yang mau menerima pertolongannya, bahkan ia merasakan bahwa bumi dan langit menolaknya hingga ia merasa sakit dan perih seperti tenggelam dalam kegelapan malam.

INSYAF

Segala kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kausahuti
Butalah aku berdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari
Maju mundur tiada terdaya
Sempit bumi dunia raya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dada
Buta tuli bisu kelu

Tertahan aku di muka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana
Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahasia jalan bertemu
Insyaf diriku dera durhaka
Gugur tersungkur merenang mata:
Samar terdengar suwara suwarni
Sapur melipur merindu temu.

Penyair dalam puisinya yang berjudul Insyaf menceritakan tentang keadaannya ketika itu dimana penyair merasakan dalam keadaan terpuruk dan hancur. Sehingga penyair meminta agar kuat berdiri walaupun sendiri dan tidak ada yang menuntunnya. Penyair dalam keadaan yang tidak berdaya seperti orang buta yang tak dapat melihat tanpa adanya orang yang menuntun ataupun tongkat yang untuk menuntunnya. Bahkan untuk maju atau mundurpun ia ragu dan takut akan terjatuh. Runtuh ripuk astana cuaca dimana harapan-harapannya hancur, tuli dan bisu kelu (tak dapat berkata, dan berbuat apa-apa). Tertahan aku di muka dewala / Tertegun aku di jalan buntu / Tertebas putus sutera sempana / Besar benar salah arahku / Hampir tertahan / tumpah berkahmu / Hampir tertutup pintu restu. Harapan penyair pada waktu itu putus karena tertahan oleh diding yang membatasi, ketika itu Amir Hamzah benar-benar sudah berputus asa dan merasakan bersalah dalam hidupnya. Dan penyair insyaf bahwa sesungguhnya penderitaannya itu merupakan akibat dari kedurhakaannya sendiri kepada Tuhan. Penyair pada membuat puisi yang berjudul Insyaf merasakan kesedihan dan keputusasaan.

           








DAFTAR PUSTAKA

·         Wellek, Rene & Warren, Austin. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
·         Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
·         Hamzah, Amir. 2008. Nyanyian Sunyi. Jakarta : Dian Rakyat

1 komentar:

  1. mbak, kok tidak ada kesimpulan dan saran dari analisis sajaknya ya ?

    BalasHapus